Sabtu, 11 Mei 2013

asesmen kinerja


Kinerja praktikum merupakan pencapaian yang diperoleh siswa setelah memahami berbagai keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan. Penilaian tersebut dapat memperhatikan aspek proses atau prosedur yang dilakukan dan atau aspek produk yang dihasilkan serta sikap yang muncul bersamaan dengan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu. Penilaian praktikum dapat menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes identifikasi, tes praktikum, daftar centang atau skala penilaian, laporan, atau portofolio (Doran, 1980; Ebel & Frisbie, 1986; Russell & Harlen, 1990;Gronlund, 1993; Berg & Giddings, 1992; Nitko, 1996) dalam Sapriati (2006).
IPA terdiri atas substansi dan proses ilmiah dimana keduanya memiliki tingkat esensial setara sehingga perlu dimasukkan pada kurikulum. Oleh karenanya, pengujian dan penilaian terhadap pencapaian hasil belajar kedua hal tersebut, termasuk proses ilmiah pada praktikum, harus dilakukan. Penilaian hasil belajar aspek substansi dengan tes dan penilaian praktikum melalui laporan atau tes telah biasa dilakukan. Namun penilaian hasil belajar proses IPA dan atau praktikum dengan menilai kinerjanya melalui pengamatan masih jarang dilakukan. Penilaian atau asesmen memerlukan alat atau instrumen yang valid dan reliabel, yang diperoleh melalui prosedur pengembangan instrumen yang benar, dan dilengkapi dengan rambu-rambu penilaian yang jelas.
Asesmen merupakan suatu proses terintegrasi untuk menentukan ciri dan tingkat belajar dan perkembangan belajar siswa. Menurut Mardapi dalam Rasyid (2007) bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen adalah akurat, ekonomis, dan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu sistem penilaian yang digunakan di setiap lembaga pendidikan harus mampu (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong peserta didik belajar, (3) memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, dan (5) meningkatkan kualitas pendidikan.  
Menurut Linn & Gronlund (1995:6-8) dalam Jacob (2011), proses asesmen  sangat efektif apabila prinsip-prinsip berikut diperhatikan:
  1. Menentukan secara jelas apa yang diases memiliki prioritas dalam proses asesmen.
  2. Suatu prosedur asesmen dapat dipilih karena relevansinya terhadap karakteristik atau kinerja yang diukur.
  3. Asesmen komprehensif membutuhkan berbagai prosedur.
  4. Penggunaan prosedur asesmen murni membutuhkan suatu kesadaran keterbatasannya.
  5. Asesmen merupakan suatu makna terakhir, bukan suatu makna terakhir dalam dirinya-sendiri.
Asesmen Kinerja yaitu penilaian terhadap proses perolehan penerapan pengetahuan dan keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukan kemampuan siswa dalam proses dan produk. Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut (Marhaeni, 2007). Menurut Berk (1986) dalam Rasyid (2007), asesmen kinerja adalah proses mengumpulkan data dengan cara pengamatan yang sistematik untuk membuat keputusan tentang individu. Asesmen kinerja terutama sangat sesuai dalam menilai keterampilan proses sains. Keterampilan proses siswa yang dapat dinilai meliputi keterampilan proses intelektual (seperti keterampilan observasi, berhipotesis, menerapkan konsep, merencanakn serta melakukan penelitian, dan lain-lain). Asesmen kinerja sangat tepat bila digunakan dalam kegiatan praktikum biologi. Bentuk asesmen kinerja yaitu kinerja klasikal, asesmen kinerja kelompok, asesmen kinerja personal.
Menurut Popham (1995) dalam Rasyid (2007), syarat yang digunakan untuk menggunakan asesmen kinerja yaitu
  1. Generability, yakni apakah kinerja peserta tes dalam melakukan tugas yang diberikan sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain,
  2. Authenticity, yakni apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan apa yang dihadapi dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari,
  3. Multiple foci, yakni apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan,
  4. Teachability, yakni apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang relevan yang hasilnya semakin baik akibat adanya usaha mengajar pengajar di kelas,
  5. Fairness, yakni apakah tugas yang diberikan sudah adil, tidak mengandung bias berdasar latar untuk semua peserta tes,
  6. Feasibility, yakni apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan/tempat, atau peralatannya,
  7. Scorability, yakni apakah tugas yang diberikan nanti dapat skor dengan akurat dan reliabel, karena salah satu tahap dalam penilaian kinerja yang sensitif adalah perlakuan dalam pemberian skor.
Asesmen kinerja tidak menggunakan kunci jawaban dalam menentukan skor, melainkan menggunakan pedoman penskoran berupa rubrik. Untuk menjamin reliabilitas, keadilan dan kebenaran penilaian maka perlu dikembangkan kriteria atau rubrik untuk pedoman menilai hasil kerja pebelar. Rubrik dapat disusun bersama dengan pebelajar, sehingga jelas dasar yang dipakai untuk menilai
Tes essay merupakan contoh yang sangat umum dari suatu asesmen berbasis kinerja, tetapi ada banyak contoh lain, meliputi produksi artistik, eksperimen dalam sains, presentasi lisan, dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah dunia-nyata. Penekanan pada melakukan, tidak hanya mengetahui; pada proses dan juga produk. Selain itu, asesmen dari kemampuan siswa untuk membuat observasi, memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data, dan menggambarkan konklusi saintifik valid dapat membutuhkan penggunaan asesmen kinerja. Asesmen kinerja menentukan suatu basis bagi guru dengan mengevaluasi keefektivan proses atau prosedur yang digunakan (misalnya pendekatan untuk pengumpulan data, manipulasi instrumen) dan produk yang dihasilkan dari kinerja suatu tugas (misalnya, laporan hasil lengkap, senikerja lengkap) (Jacob, 2011).
Asesmen kinerja seringkali menunjuk pada asesmen otentik dengan menekankan bahwa guru mengases kinerja sementara siswa terlibat dalam pemecahan masalah dan pengalaman belajar yang dinilai dalam kebenaran diri mereka sendiri, bukan sebagai makna menilai prestasi siswa. Bagaimanapun, tidak semua asesmen kinerja adalah otentik dalam pengertian bahwa guru melibatkan siswa dalam menyelesaikan masalah real (Linn & Gronlund, 1995:13) dalam Jacob (2011). Asesmen kinerja diperlukan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan dengan melakukan secara aktual. Asesmen kinerja diperlukan untuk mengobservasi dan evaluasi keterampilan.
Menurut UPI (2011), cara melaksanakan asesmen kinerja, dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Asesmen Kinerja klasikal digunakan untuk mengases kinerja siswa secar keseluruhan dalam satu kelas keseluruhan. Menurut Wulan Asesmen kinerja klasikal terbukti paling mudah dan efisien untuk digunakan dalam kegiatan praktikum sehari-hari. Format penilaiain ini paling sederhana dan dapat menilai kinerja siswa secara keseluruhan. Guru juga dapat memperoleh feed back lebih menyeluruh tentang keterampilan siswa di kelasnya. Melalui penilaian kinerja klasikal ini, pencapaian tujuan praktikum dapat dilihat secara umum dan langsung pada seluruh siswa.
  2. Asesmen Kinerja kelompok untuk mengases kinerja siswa secara berkelompok. Menurut Wulan Asesmen kinerja kelompok sangat efektif untuk melihat kerjasama di antara anggota kelompok dan kualitas kerja tim selama kegiatan praktikum. Untuk kemudahan jalannya asesmen kinerja kelompok. Guru dapat mengawali dengan hanya mengakses beberapa kelompok sesuai dengan kesanggupan guru. Sebagian kelompok lainnya dapat dinilai kinerjanya pada praktikum selanjutnya, sehingga dengan beberapa kegiatan praktikum, guru dapat menilai kinerja seluruh kelompok.
  3. Asesmen Kinerja individu untuk mengases kinerja siswa secara individu. Menurut Wulan Asesmen kinerja secara individual paling tepat dipilih untuk mengungkap sikap dan keterampilan personal siswa. Dengan jumlah siswa yang sangat banyak, asesmen kinerja individual ini agak sulit dilakukan. Untuk kemudahan proses asesmen kinerja individual, guru dapat mengawali dengan dengan hanya mengakses beberapa siswa sesuai kesanggupan guru. Sebagian siswa lainnya dapat dinilai kinerjanya pada paraktikum selanjutnya sehingga dengan beberapa kegiatan praktikum guru dapat menilai kinerja seluruh siswa.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi (Marhaeni, 2007).
Asesmen kinerja pada prinsipnya lebih ditekankan pada proses keterampilan dan kecakapan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Asesmen ini sangat cocok digunakan untuk menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. proses, kegiatan, atau unjuk kerja dinilai melalui pengamatan terhadap siswa ketika melakukannya. Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Misalnya penilaian terhadap kemampuan siswa merangkai alat praktikum untuk percobaan sederhana dilakukan selama siswa merangkai alat, bukan sebelum atau setelah alat dirancang (UPI, 2011).
Asesmen ini melibatkan aktivitas siswa yang membutuhkan unjuk keterampilan tertentu dan/atau penciptaan hasil yang telah ditentukan. Karena itu, metodologi asesmen ini memberi peluang kepada guru untuk menilai pencapaian berbagai hasil pendidikan yang sebenarnya tidak dapat dijabarkan dalam tes tertulis. Melalui metodologi ini, asesmen kinerja memungkinkan guru mengamati siswa saat siswa sedang bekerja atau melakukan tugas belajar, atau guru dapat menguji hasil-hasil yang dapat dicapai, serta menilai (judge) tingkat penguasaan/kecakapan yang dicapai siswa (UPI, 2011).
Asesmen kinerja tidak hanya bergantung pada jawaban benar atau salah. Sebagaimana halnya dengan asesmen bentuk essay, observasi yang dilakukan oleh guru dalam rangka melakukan pertimbangan-pertimbangan subyektif berkenaan dengan level prestasi yang dicapai siswa. Evaluasi ini didasarkan pada perbandingan kinerja siswa dalam mencapai standar excellent (keunggulan, prestasi) yang telah dicapai sebelumnya (UPI, 2011).
Sebagaimana tes essay, pertimbangan guru digunakan sebagai dasar penempatan kinerja siswa pada suatu kesatuan/kontinum tingkatan-tingkatan prestasi yang terentang mulai dari tingkatan yang sangat rendah sampai tingkatan yang sangat tinggi. Hal-hal yang harus kita pahami tentang asesmen kinerja adalah kita mendesain dan mengembangkan asesmen kinerja untuk digunakan kelak di kelas kita sendiri. Metodologi asesman kinerja bukanlan suatu obat yang mujarab, bukan penyelamat guru, dan juga bukan merupakan suatu kunci untuk menilai kurikulum yang sebenarnya. Asesmen ini semata-mata merupakan alat yang memberikan cara-cara yang efisien dan efektif untuk menilai beberapa (bukan keseluruhan) hasil-hasil dari proses pendidikan yang dipandang berguna (UPI, 2011).
Pada pelaksanaannya, guru dapat mengatur secara fleksibel kinerja-kinerja yang akan diases dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam dua semester guru merencanakan untuk mengases keterampilan setiap siswa dalam membuat larutan. Guru merencanakan dalam dua semester tersebut empat kali kegiatan yang menuntut siswa membuat larutan. Maka guru dapat membagi siswa ke dalam empat kelompok siswa yang akan di akses Siswa kelompok pertama akan diases pada kegiatan pembuatan larutan pertama, kelompok berikutnya diases pada pembuatan larutan yang berikutnya. Sehingga setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk dinilai keterampilannya dalam membuat larutan. Asesmen kinerja yang digunakan oleh guru tersebut adalah asesmen kinerja individu.
Untuk merealisasikan asesmen kinerja ini, dimulai dengan membuat perencanaan
asesmen kinerja yang meliputi tiga fase penting, yaitu :
Fase 1 : mendefinisikan kinerja. Pada tahap ini ditentukan jenis kinerja apa yang ingin dinilai. Misalnya kemampuan menggunakan mikroskop dapat diurai menjadi: membawa mikroskop dengan benar, menggunakan lensa dengan pembesaran kecil terlebih dahulu, mengatur pencahayaan, memasang preparat, dan memfokuskan bayangan benda.
2. Fase 2 : mendesain latihan-latihan kinerja. Setelah kinerja yang akan dinilai ditentukan tahap berikutnya adalah menyediakan pembelajaran yang memungkinkan aspek kinerja yang akan dinilai dapat muncul. Misalnya guru akan menilai kemampuan menggunakan mikroskop, maka KBM yang dipersiapkan adalah praktikum dengan menggunakan mikroskop.
3. Fase 3 : melakukan penskoran dan perekaman/pencatatan hasil
Assesman kinerja bersifat lugas (fleksibilitas) dalam pengembangan bagian-bagiannya, tetapi ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu ketika meninjau faktor-faktor konteks dalam rangka pengambilan keputusan tentang kapan mengadopsi metode-metoda assesman kinerja. Pada dasarnya faktor-faktor utama yang dipertimbangkan dalam proses seleksi assesman sesuai dengan sasaran prestasi untuk siswa dan juga dengan metodologi assesman kinerja. Dalam klasifikasi kinerja, pemakai bebas memilih dari suatu rentangan sasaran prestasi yang mungkin, dan asesmen kinerja dapat difokuskan pada sasaran-sasaran khusus dengan mengambil tiga keputusan desain: merumuskan jenis kinerja yang dinilai,mengidentifikasi siapa yang akan dinilai; dan menetapkan kriteria kinerja (UPI, 2011).
Kegiatan dalam komponen pengembangan latihan harus dipikirkan hal-hal yang menyebabkan siswa melakukan perbuatan tertentu yang dapat merefleksikan tingkat penguasaan/kecakapan/prestasi yang dicapai. Karena itu, dalam hal ini harus dipertimbangkan hakekat latihan, banyaknya latihan yang dibutuhkan, dan petunjuk-petunjuk aktual bagi siswa untuk melakukan latihan tersebut. Dalam hal penskoran, penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu orang agar faktor subjektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat. Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya – tidak) atau skala rentang (sangat baik -baik – agak baik- tidak baik).
Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, siswa mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, siswa tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian nilai tengah tidak ada. Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua (UPI, 2011).
Sumber: http://kamriantiramli.wordpress.com/tag/asesmen-kinerja/

rpp

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  [RPP] adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan  pengorganisasian  pembelajaran  untuk  mencapai  satu  kompetensi  dasar  yang  ditetapkan  dalam  Standar  Isi  dan  dijabarkan  dalam  silabus.  Maka  ringkasnya  RPP  adalah  rencana operasional kegiatan pembelajaran setiap atau beberapa KD dalam setiap tatap muka di kelas. Lingkup RPP paling  luas mencakup 1 (satu) Komptensi Dasar  yang  terdiri  atas  1  (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
RPP  harus  berupa  kegiatan  konkret  setapak  demi  setapak  yang  dilakukan  oleh  guru  di  kelas  dalam mendampingi  peserta  didik.  Satu  hal  yang  amat  penting  dalam  penyusunan  RPP adalah  bahwa  kegiatan  pembelajaran  harus  diarahkan  agar  berfokus  pada  peserta  didik, sedangkan  guru  berperan  sebagai  pendamping,  fasilitator.  Artinya,  ketika  guru  memilih pendekatan,  metode,  materi,  pengalaman  belajar,  interaksi  belajar  mengajar  harus memungkinkan  peserta  didik  berinteraksi  dan  aktif,  sedang  guru  memfasilitasi  dan mendampinginya.
B. Tujuan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Pembentukan RPP memiliki tujuan diantaranya adalah:
-         Memberikan landasan pokok bagi guru dan siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indicator.
-         Memberi gambaran mengenai acuan kerja jangka pendek.
-         Karena disusun dengan menggunakan pendekatan sistem, memberi pengaruh terhadap pengembangan individu siswa.
-         Karena dirancang secara matang sebelum pembelajaran, berakibat terhadap nurturant effect.
C. Landasan Pengembangan RPP
Landasan RPP adalah PP no 19 tahun 2005 pasal 20. Di  dalam  PP  no  19 tahun 2005 pasal 20 dikatakan  bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi  silabus dan rencana  pembelajaran  yang  memuat  sekurang-kurangnya  tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

sumber: http://faridmuh.wordpress.com/2010/12/19/sekilas-tentang-apa-itu-rpp/

bahan ajar

-->
Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
(National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training).
Mengapa guru perlu mengembangkan Bahan Ajar?
Guru harus memiliki atau menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan :
§ kurikulum,
§ karakteristik sasaran,
§ tuntutan pemecahan masalah belajar.
Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar
Bahan ajar disusun dengan tujuan:
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Manfaat bagi guru
1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik,
2. Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh,
3. Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi,
4. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar,
5. Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
6. Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Manfaat bagi Peserta Didik
1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
2. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.
3. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya
Prinsip Pengembangan
1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak,
2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman
3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik
4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar
5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.
6. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan
Jenis Bahan Ajar
1. Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Teknik Penyusunan Bahan Ajar
Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
1. Analisis SK-KD-Indikator
2. Analisis Sumber Belajar
3. Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar
Penyusunan Bahan Ajar Cetak memperhatikan
1. Susunan tampilan,
2. Bahasa yang mudah,
3. Menguji pemahaman,
4. Stimulan,
5. Kemudahan dibaca,
6. Materi instruksional,
Sumber : Bintek KTSP 2009