Kinerja
praktikum merupakan pencapaian yang diperoleh siswa setelah memahami berbagai
keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan. Penilaian tersebut dapat
memperhatikan aspek proses atau prosedur yang dilakukan dan atau aspek produk
yang dihasilkan serta sikap yang muncul bersamaan dengan keterampilan untuk
melakukan atau menghasilkan sesuatu. Penilaian praktikum dapat menggunakan tes
tertulis, tes lisan, tes identifikasi, tes praktikum, daftar centang atau skala
penilaian, laporan, atau portofolio (Doran, 1980; Ebel & Frisbie, 1986;
Russell & Harlen, 1990;Gronlund, 1993; Berg & Giddings, 1992; Nitko,
1996) dalam Sapriati (2006).
IPA
terdiri atas substansi dan proses ilmiah dimana keduanya memiliki tingkat
esensial setara sehingga perlu dimasukkan pada kurikulum. Oleh karenanya,
pengujian dan penilaian terhadap pencapaian hasil belajar kedua hal tersebut,
termasuk proses ilmiah pada praktikum, harus dilakukan. Penilaian hasil belajar
aspek substansi dengan tes dan penilaian praktikum melalui laporan atau tes
telah biasa dilakukan. Namun penilaian hasil belajar proses IPA dan atau
praktikum dengan menilai kinerjanya melalui pengamatan masih jarang dilakukan.
Penilaian atau asesmen memerlukan alat atau instrumen yang valid dan reliabel,
yang diperoleh melalui prosedur pengembangan instrumen yang benar, dan
dilengkapi dengan rambu-rambu penilaian yang jelas.
Asesmen
merupakan suatu proses terintegrasi untuk menentukan ciri dan tingkat belajar
dan perkembangan belajar siswa. Menurut Mardapi dalam Rasyid (2007) bahwa
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen adalah akurat, ekonomis,
dan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu sistem
penilaian yang digunakan di setiap lembaga pendidikan harus mampu (1) memberi
informasi yang akurat, (2) mendorong peserta didik belajar, (3) memotivasi
tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, dan (5)
meningkatkan kualitas pendidikan.
Menurut
Linn & Gronlund (1995:6-8) dalam Jacob (2011), proses asesmen sangat
efektif apabila prinsip-prinsip berikut diperhatikan:
- Menentukan secara jelas apa
yang diases memiliki prioritas dalam proses asesmen.
- Suatu prosedur asesmen dapat dipilih
karena relevansinya terhadap karakteristik atau kinerja yang diukur.
- Asesmen komprehensif
membutuhkan berbagai prosedur.
- Penggunaan prosedur asesmen
murni membutuhkan suatu kesadaran keterbatasannya.
- Asesmen merupakan suatu makna
terakhir, bukan suatu makna terakhir dalam dirinya-sendiri.
Asesmen
Kinerja yaitu penilaian terhadap proses perolehan penerapan pengetahuan dan
keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukan kemampuan siswa dalam
proses dan produk. Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan
berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan
sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada
kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas
atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil
dari unjuk kerja tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam
proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan
program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai
perkembangan dari satu pencapaian program tersebut (Marhaeni, 2007). Menurut
Berk (1986) dalam Rasyid (2007), asesmen kinerja adalah proses mengumpulkan
data dengan cara pengamatan yang sistematik untuk membuat keputusan tentang
individu. Asesmen kinerja terutama sangat sesuai dalam menilai keterampilan
proses sains. Keterampilan proses siswa yang dapat dinilai meliputi
keterampilan proses intelektual (seperti keterampilan observasi, berhipotesis,
menerapkan konsep, merencanakn serta melakukan penelitian, dan lain-lain).
Asesmen kinerja sangat tepat bila digunakan dalam kegiatan praktikum biologi.
Bentuk asesmen kinerja yaitu kinerja klasikal, asesmen kinerja kelompok,
asesmen kinerja personal.
Menurut
Popham (1995) dalam Rasyid (2007), syarat yang digunakan untuk menggunakan
asesmen kinerja yaitu
- Generability, yakni apakah
kinerja peserta tes dalam melakukan tugas yang diberikan sudah memadai
untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain,
- Authenticity, yakni apakah
tugas yang diberikan sudah serupa dengan apa yang dihadapi dalam praktek
kehidupan nyata sehari-hari,
- Multiple foci, yakni apakah
tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu
kemampuan yang diinginkan,
- Teachability, yakni apakah
tugas yang diberikan merupakan tugas yang relevan yang hasilnya semakin
baik akibat adanya usaha mengajar pengajar di kelas,
- Fairness, yakni apakah tugas
yang diberikan sudah adil, tidak mengandung bias berdasar latar untuk
semua peserta tes,
- Feasibility, yakni apakah
tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian
kinerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor
seperti biaya, ruangan/tempat, atau peralatannya,
- Scorability, yakni apakah tugas
yang diberikan nanti dapat skor dengan akurat dan reliabel, karena salah
satu tahap dalam penilaian kinerja yang sensitif adalah perlakuan dalam
pemberian skor.
Asesmen
kinerja tidak menggunakan kunci jawaban dalam menentukan skor, melainkan
menggunakan pedoman penskoran berupa rubrik. Untuk menjamin reliabilitas,
keadilan dan kebenaran penilaian maka perlu dikembangkan kriteria atau rubrik
untuk pedoman menilai hasil kerja pebelar. Rubrik dapat disusun bersama dengan
pebelajar, sehingga jelas dasar yang dipakai untuk menilai
Tes
essay merupakan contoh yang sangat umum dari suatu asesmen berbasis kinerja,
tetapi ada banyak contoh lain, meliputi produksi artistik, eksperimen dalam
sains, presentasi lisan, dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah
dunia-nyata. Penekanan pada melakukan, tidak hanya mengetahui; pada proses dan
juga produk. Selain itu, asesmen dari kemampuan siswa untuk membuat observasi,
memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data, dan menggambarkan konklusi
saintifik valid dapat membutuhkan penggunaan asesmen kinerja. Asesmen kinerja
menentukan suatu basis bagi guru dengan mengevaluasi keefektivan proses atau
prosedur yang digunakan (misalnya pendekatan untuk pengumpulan data,
manipulasi instrumen) dan produk yang dihasilkan dari kinerja suatu
tugas (misalnya, laporan hasil lengkap, senikerja lengkap) (Jacob, 2011).
Asesmen
kinerja seringkali menunjuk pada asesmen otentik dengan
menekankan bahwa guru mengases kinerja sementara siswa terlibat dalam pemecahan
masalah dan pengalaman belajar yang dinilai dalam kebenaran diri mereka
sendiri, bukan sebagai makna menilai prestasi siswa. Bagaimanapun, tidak semua
asesmen kinerja adalah otentik dalam pengertian bahwa guru melibatkan
siswa dalam menyelesaikan masalah real (Linn & Gronlund, 1995:13) dalam
Jacob (2011). Asesmen kinerja diperlukan siswa untuk mendemonstrasikan
keterampilan dengan melakukan secara aktual. Asesmen kinerja diperlukan untuk
mengobservasi dan evaluasi keterampilan.
Menurut
UPI (2011), cara melaksanakan asesmen kinerja, dapat dikelompokkan menjadi:
- Asesmen Kinerja klasikal
digunakan untuk mengases kinerja siswa secar keseluruhan dalam satu kelas
keseluruhan. Menurut Wulan Asesmen kinerja klasikal terbukti paling mudah
dan efisien untuk digunakan dalam kegiatan praktikum sehari-hari. Format
penilaiain ini paling sederhana dan dapat menilai kinerja siswa secara
keseluruhan. Guru juga dapat memperoleh feed back lebih menyeluruh tentang
keterampilan siswa di kelasnya. Melalui penilaian kinerja klasikal ini,
pencapaian tujuan praktikum dapat dilihat secara umum dan langsung pada
seluruh siswa.
- Asesmen Kinerja kelompok untuk
mengases kinerja siswa secara berkelompok. Menurut Wulan Asesmen kinerja
kelompok sangat efektif untuk melihat kerjasama di antara anggota kelompok
dan kualitas kerja tim selama kegiatan praktikum. Untuk kemudahan jalannya
asesmen kinerja kelompok. Guru dapat mengawali dengan hanya mengakses
beberapa kelompok sesuai dengan kesanggupan guru. Sebagian kelompok
lainnya dapat dinilai kinerjanya pada praktikum selanjutnya, sehingga
dengan beberapa kegiatan praktikum, guru dapat menilai kinerja seluruh
kelompok.
- Asesmen Kinerja individu untuk
mengases kinerja siswa secara individu. Menurut Wulan Asesmen kinerja
secara individual paling tepat dipilih untuk mengungkap sikap dan
keterampilan personal siswa. Dengan jumlah siswa yang sangat banyak,
asesmen kinerja individual ini agak sulit dilakukan. Untuk kemudahan
proses asesmen kinerja individual, guru dapat mengawali dengan dengan
hanya mengakses beberapa siswa sesuai kesanggupan guru. Sebagian siswa
lainnya dapat dinilai kinerjanya pada paraktikum selanjutnya sehingga
dengan beberapa kegiatan praktikum guru dapat menilai kinerja seluruh
siswa.
Terdapat
tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance
task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian
(scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik,
standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik
performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu
performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian
kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic
scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi
terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu
pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi
(Marhaeni, 2007).
Asesmen
kinerja pada prinsipnya lebih ditekankan pada proses keterampilan dan kecakapan
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Asesmen ini sangat cocok digunakan
untuk menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. proses, kegiatan, atau
unjuk kerja dinilai melalui pengamatan terhadap siswa ketika melakukannya.
Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai
terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Misalnya penilaian terhadap
kemampuan siswa merangkai alat praktikum untuk percobaan sederhana dilakukan
selama siswa merangkai alat, bukan sebelum atau setelah alat dirancang (UPI,
2011).
Asesmen
ini melibatkan aktivitas siswa yang membutuhkan unjuk keterampilan tertentu
dan/atau penciptaan hasil yang telah ditentukan. Karena itu, metodologi asesmen
ini memberi peluang kepada guru untuk menilai pencapaian berbagai hasil
pendidikan yang sebenarnya tidak dapat dijabarkan dalam tes tertulis. Melalui
metodologi ini, asesmen kinerja memungkinkan guru mengamati siswa saat siswa
sedang bekerja atau melakukan tugas belajar, atau guru dapat menguji
hasil-hasil yang dapat dicapai, serta menilai (judge) tingkat
penguasaan/kecakapan yang dicapai siswa (UPI, 2011).
Asesmen
kinerja tidak hanya bergantung pada jawaban benar atau salah. Sebagaimana
halnya dengan asesmen bentuk essay, observasi yang dilakukan oleh guru dalam
rangka melakukan pertimbangan-pertimbangan subyektif berkenaan dengan level
prestasi yang dicapai siswa. Evaluasi ini didasarkan pada perbandingan kinerja
siswa dalam mencapai standar excellent (keunggulan, prestasi) yang telah
dicapai sebelumnya (UPI, 2011).
Sebagaimana
tes essay, pertimbangan guru digunakan sebagai dasar penempatan kinerja siswa
pada suatu kesatuan/kontinum tingkatan-tingkatan prestasi yang terentang mulai
dari tingkatan yang sangat rendah sampai tingkatan yang sangat tinggi. Hal-hal
yang harus kita pahami tentang asesmen kinerja adalah kita mendesain dan
mengembangkan asesmen kinerja untuk digunakan kelak di kelas kita sendiri.
Metodologi asesman kinerja bukanlan suatu obat yang mujarab, bukan penyelamat
guru, dan juga bukan merupakan suatu kunci untuk menilai kurikulum yang
sebenarnya. Asesmen ini semata-mata merupakan alat yang memberikan cara-cara
yang efisien dan efektif untuk menilai beberapa (bukan keseluruhan) hasil-hasil
dari proses pendidikan yang dipandang berguna (UPI, 2011).
Pada
pelaksanaannya, guru dapat mengatur secara fleksibel kinerja-kinerja yang akan
diases dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam dua semester guru
merencanakan untuk mengases keterampilan setiap siswa dalam membuat larutan.
Guru merencanakan dalam dua semester tersebut empat kali kegiatan yang menuntut
siswa membuat larutan. Maka guru dapat membagi siswa ke dalam empat kelompok
siswa yang akan di akses Siswa kelompok pertama akan diases pada kegiatan
pembuatan larutan pertama, kelompok berikutnya diases pada pembuatan larutan
yang berikutnya. Sehingga setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk
dinilai keterampilannya dalam membuat larutan. Asesmen kinerja yang digunakan
oleh guru tersebut adalah asesmen kinerja individu.
Untuk
merealisasikan asesmen kinerja ini, dimulai dengan membuat perencanaan
asesmen
kinerja yang meliputi tiga fase penting, yaitu :
Fase
1 : mendefinisikan kinerja. Pada tahap ini ditentukan jenis kinerja apa yang
ingin dinilai. Misalnya kemampuan menggunakan mikroskop dapat diurai menjadi:
membawa mikroskop dengan benar, menggunakan lensa dengan pembesaran kecil
terlebih dahulu, mengatur pencahayaan, memasang preparat, dan memfokuskan
bayangan benda.
2.
Fase 2 : mendesain latihan-latihan kinerja. Setelah kinerja yang akan dinilai
ditentukan tahap berikutnya adalah menyediakan pembelajaran yang memungkinkan
aspek kinerja yang akan dinilai dapat muncul. Misalnya guru akan menilai
kemampuan menggunakan mikroskop, maka KBM yang dipersiapkan adalah praktikum
dengan menggunakan mikroskop.
3.
Fase 3 : melakukan penskoran dan perekaman/pencatatan hasil
Assesman
kinerja bersifat lugas (fleksibilitas) dalam pengembangan bagian-bagiannya,
tetapi ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu ketika meninjau faktor-faktor
konteks dalam rangka pengambilan keputusan tentang kapan mengadopsi
metode-metoda assesman kinerja. Pada dasarnya faktor-faktor utama yang
dipertimbangkan dalam proses seleksi assesman sesuai dengan sasaran prestasi
untuk siswa dan juga dengan metodologi assesman kinerja. Dalam klasifikasi
kinerja, pemakai bebas memilih dari suatu rentangan sasaran prestasi yang
mungkin, dan asesmen kinerja dapat difokuskan pada sasaran-sasaran khusus
dengan mengambil tiga keputusan desain: merumuskan jenis kinerja yang
dinilai,mengidentifikasi siapa yang akan dinilai; dan menetapkan kriteria
kinerja (UPI, 2011).
Kegiatan
dalam komponen pengembangan latihan harus dipikirkan hal-hal yang menyebabkan
siswa melakukan perbuatan tertentu yang dapat merefleksikan tingkat
penguasaan/kecakapan/prestasi yang dicapai. Karena itu, dalam hal ini harus
dipertimbangkan hakekat latihan, banyaknya latihan yang dibutuhkan, dan
petunjuk-petunjuk aktual bagi siswa untuk melakukan latihan tersebut. Dalam hal
penskoran, penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu orang agar faktor
subjektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat. Penilaian
unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya – tidak)
atau skala rentang (sangat baik -baik – agak baik- tidak baik).
Pada
penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, siswa mendapat nilai apabila
kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak
dapat diamati, siswa tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai
hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak
dapat diamati. Dengan demikian nilai tengah tidak ada. Penilaian unjuk kerja
yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah
terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum
di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua (UPI, 2011).
Sumber: http://kamriantiramli.wordpress.com/tag/asesmen-kinerja/